Dalam konferensi pers tersebut, Kapolres didampingi Kasat Reskrim, IPTU Yefta M. Malasa dan Kasie Humas Polres Bursel, IPDA Deddi Limehuwey.
“Dari Januari hingga September 2025, Polres Buru Selatan menangani 20 kasus kekerasan. Rinciannya, 11 kasus penganiayaan, 5 kasus pengeroyokan, serta 4 kasus kekerasan terhadap anak,” ungkap Kapolres.
Dari 20 kasus tersebut, 14 perkara telah tuntas, bahkan beberapa di antaranya sudah diputuskan di persidangan. Tiga kasus masih dalam tahap penyelidikan, sementara tiga kasus lainnya tengah dalam penyidikan.
“Untuk kasus yang sudah selesai, ada satu perkara yang diselesaikan melalui pendekatan restoratif justice dengan kesepakatan damai, berkat peran tokoh masyarakat,” jelasnya.
Adapun kasus yang masih dalam penyidikan antara lain:
-
Kekerasan terhadap anak di Desa Wainono, Kecamatan Namrole (Mei 2025).
-
Kasus pengeroyokan di Kecamatan Kepala Madan (September 2025) dengan tiga tersangka berinisial LU, MB, dan LD. Dua tersangka sudah ditahan, sementara satu masih DPO.
-
Penganiayaan di Kecamatan Namrole (September 2025) dengan tersangka TS yang kini telah diamankan.
Sedangkan tiga kasus baru lainnya masih dalam tahap penyelidikan awal.
Kapolres menuturkan, kasus-kasus kekerasan paling banyak dilaporkan di Kecamatan Namrole, disusul Kepala Madan, Waesama, dan Ambalau. Beberapa perkara juga sempat muncul di Kecamatan Leksula, namun sebagian besar sudah berhasil ditangani.
Jika dibandingkan tahun 2024, jumlah laporan kasus pada 2025 mengalami peningkatan. Namun, Kapolres menegaskan bahwa hal itu tidak serta-merta menandakan tindak kekerasan meningkat, melainkan menunjukkan kesadaran masyarakat untuk melaporkan kejadian semakin tinggi.
“Sejak awal tahun, kami instruksikan jajaran Polsek dan Bhabinkamtibmas agar mendorong masyarakat melaporkan setiap kasus kekerasan. Jangan ada pembiaran. Tugas kami memberikan efek jera bagi pelaku dan rasa aman bagi masyarakat,” tegas Kapolres.
Ia juga mengingatkan bahwa kekerasan tidak boleh dijadikan cara penyelesaian masalah. Setiap konflik sebaiknya diselesaikan melalui musyawarah, dialog, atau jalur hukum.
“Walaupun merasa benar, jika menggunakan kekerasan, tetap salah di mata hukum. Kekerasan tidak pernah jadi solusi, justru menimbulkan masalah baru. Kami berharap masyarakat mengutamakan jalan damai,” imbau AKBP Andi.
Lebih jauh, ia meminta masyarakat tidak mudah terbawa emosi atau melakukan kekerasan secara berkelompok, karena berpotensi menimbulkan korban jiwa.
Konferensi pers ini menegaskan komitmen Polres Buru Selatan untuk terus memberantas tindak kekerasan, sekaligus menggandeng tokoh masyarakat, tokoh agama, dan stakeholder lain dalam mencegah konflik.
“Air yang keruh harus dijernihkan, bukan dibuat tambah keruh. Mari bersama menjaga keamanan dan ketertiban di Buru Selatan agar tetap kondusif,” tutup Kapolres.

0 komentar:
Post a Comment